Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2017

Jangan Katakan ini atau Kekerabatan akan Rusak

"Ustadzah, belum punya anak ya? Kenapa kok belum punya anak?" Kata seorang murid saya yang kelas satu SD. Gimana rasanya? Pastinya jleb. Ternyata saya ndak sendirian, teman saya yang belum nikah pernah dikatai, "Ustadzah Fulan gak punya bojo yeek..." Bagaimana jika Anda yang mengalami hal ini? Sakit? Iya, tapi kita masih bisa tersenyum, bahkan mungkin sambil nguyel-nguyel pipinya. Lain halnya jika yang berkata adalah orang dewasa. Sakitnya menusuk, menghujam ulu hati, bahkan parahnya bisa merusak hubungan kerabat. Jaga Lisan Nabi mengingat kita, "Berkatalah yang baik atau diam." Ya, sebab anggota tubuh yang hanya beberapa centi ini lebih tajam dari pedang dan lebih pedas dari Chiken Wong Rechees level 10 (padahal saya belum coba, haha) Perkataan yang mungkin bagi kita wajar, terkadang justru bisa jadi seperti belati bagi orang yang mendengarnya. Misalnya ada saudara yang belum menikah, alih-alih menanyakan, "Kapan nikah? Ka

Menggelorakan Semangat Membaca dan Menulis

Sudah berapa lembar buku yang kita baca hari ini? Sudah berapa halaman yang kita tulis? Sudah berapa majelis ilmu yang kita datangi pekan ini? Hari-hari ini saya merasakan kurangnya semangat. Bagaimana dengan sahabat? Apakah merasakan hal yang sama? Jika iya, berarti sahabat berada pada bacaan yang tepat. Karena ditengah-tengah pudarnya semangat, saya berhasil mengumpulkan tips menggelorakan semangat baca tulis. Semangat Membaca dan Menulis Generasi Para Ulama  Imam Syafi'i berkata, "Saya seorang yatim yang tinggal bersama ibu saya. Ia menyerahkan saya ke kuttab (sekolah yang ada di masjid). Dia tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan kepada sang pengajar sebagai upahnya mengajari saya. Saya mendengar hadits atau pelajaran dari sang pengajar, kemudian saya menghafalnya. Ibu saya tidak memiliki sesuatu untuk membeli kertas. Maka setiap saya menemukan sebuah tulang putih, saya mengambilnya dan menulis di atasnya. Apabila sudah penuh tulisannya, saya

Udah Ngaji? Jangan Pernah Lakukan Ini!

Seorang ibu, sebut saja Bu Tika. Sepulang dari mengaji, ditengoknya sang suami yang sedang sholat. Ia amati gerakan suaminya ketika itu. Tak lama setelah suaminya selesai, perdebatanpun dimulai. Sepele memang, sang istri hanya ingin mengingatkan suaminya. Seharusnya, ujar dia, saat mau sujud tangan dululah yang menyentuh lantai, bukan lutut. Sang suami yang merasa disalah-salahkan oleh istri, tak terima. Karena yang suami yakini justru sebaliknya. Hingga keluarga yang sebelumnya tentram, malah menjadi arena peperangan. Ujungnya, sang suami melarang istrinya mengaji. Lain Bu Tika, lain pula yang terjadi pada Bunga (nama samaran). Akhir-akhir ini orang tua Bunga mengeluh gara-gara semenjak ikut pengajian, Bunga sering memarahi ibunya. Seringkali Bunga menyalahkan sang ibu dengan kata-kata ujaran, "Bid'ah", "Syirik", dll. Terlebih ketika sang ibu keluar rumah tanpa berkerudung. Ia tak segan memarahi ibunya. Berbeda dengan Boy, yang baru-baru ini menga

“Indonesia Merdeka Diare”, Mungkinkah?

Waktu saya SMA,  jalan menuju sekolah selalu melewati kali jagir.  Bagi orang Surabaya, tentu sudah faham pemandangan apa yang ada disana. Ya,  kali jagir menjadi jamban terbesar di Surabaya. Menjijikkan,  memang. Tapi itulah fakta yang membuat kita masih tak bisa lepas dari penyakit-penyakit yang diakibatkan karena buruknya sanitasi, diare misalnya. Beberapa waktu yang lalu saya menjenguk salah seorang murid yang opname di Rumah Sakit karena diare.  Tak tega rasanya melihat tubuh kecilnya yang lemas tak berdaya. Andaikan si ibu melakukan penangan yang tepat,  mungkin tak perlu dirawat di rumah sakit. Penanganan yang Tepat     Diare ini sering sekali terjadi pada anak-anak. Saking seringnya terjadi,  diare ini seringkali dianggap biasa.  Padahal diare pada anak menyebabkan resiko yang cukup besar.  Salah satunya adalah mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tubuh anak bisa menjadi lebih pendek daripada anak lain seusianya. Berdasarkan data dari Riskesdas 2013, 1 da

Bercadar? Why Not?

Banyak yang bertanya-tanya kapan saya mulai pakai cadar.  Ya,  tentu saja bingung jawabnya. Sebagaimana seperti yang lain,  saya masih belajar untuk istiqomah. Proses berhijrah memang tak mudah. Saya harus mengawali dengan berbagai macam paksaan.  Misalnya saat sebelum baligh,  orang tua saya harus memeras keringat untuk memaksa saya berhijab. Meski awalnya terpaksa,  Alhamdulillah hidayah itu datang.  Saya mengikuti kajian-kajian dengan banyak anggota yang bercadar.  Awalnya aneh juga melihat perempuan bercadar,  rasanya berlebihan. Hingga akhirnya saya tahu, bahwa banyak istri Rasul yang bercadar.  Meski dalam beberapa riwayat tidak semua. Saya lalu bertemu seorang blogger muslimah bercadar yang membuatku makin suka dengan cadar dan hijab syar'i. Beliau jugalah yang membuatkan domain nabilahaqi.com ini. Memulai dengan Pakaian yang Syar'i Saat perintah untuk berhijab diturunkan,  semua Muslimah pada zaman Nabi seketika menyabet kain apapun yang ada

Presepsi tentang ODOP

Saya mengawali ngeblog sejak jaman SMP.  Postingan-postingan gejepun mengawali blog saya ini.  Hingga suatu hari teman saya nyeletuk, "Nabila,  aku lihat kamu di internet! Pas aku cari nama sekolah kita di google.  Keren!" Emang dasar masih anak SMP, dibilang kayak gitu girang sekali.  Padahal hal yang wajar jika nama kita ada di deretan list google. Tapi sejak itu saya mulai semangat lagi nulis.  Lalu mulailah diajari teman bikin facebook,  dan saya membagi tulisan-tulisan disana. Hingga pada suatu waktu,  saya berada di titik kejenuhan untuk menulis,  apalagi menulis di blog. Rasanya ndak ada yang baca,  ndak ada yang komen.  Nulis-nulis sendiri,  dibaca-baca sendiri,  whaf for? Alhamdulillah jalan menulis dimudahkan oleh Allah.  Setelah menikah saya bertemu dengan blogger keren yang udah menghasilkan jutaan rupiah tiap bulannya dengan ngeblog,  Mbak Enny namanya. Dari beliau saya dikenalkan komunitas-komunitas ngeblog.  Juga diajari untuk bikin TDL (Top Doma