Bed pasien yang cukup besar bisa memuat saya dan suami. Ruangannya dingin ber-ac. Tempatnya nyaman dan sangat privasi. Bahkan perlengkapan bayi baru lahir yang menjadi secerah motivasi.
Ini adalah hari yang kamu tunggu, nabila! Berbahagialah! Kenapa malah menangis?
Gelombang cinta itu sudah datang!
Sakitnya pendarahan yang berujung kuratese pada kehamilan pertama ternyata masih lebih ringan daripada rasa sakit malam itu.
Sakitnya diinduksi selama 3 hari yang berujung operasi cesar juga masih tidak seberapa daripada malam itu. Sakitnya kontraksi.
Tapi ada yang lebih menyakitkan, saat bidan menyatakan, "belum ada bukaan!"
"Ibu.. Yang sabar ya. Maaf saya tidak bisa membantu apa-apa. Dengan kondisi bukaan yang belum seberapa ini, bisa sehari dua hari, bahkan bisa seminggu.
Memang, ibu yang habis melahirkan dengan operasi, ketika melahirkan normal, sakitnya itu melebihi yang belum pernah operasi sebelumnya. Seperti balon sudah pernah besar lalu ditambal, lalu membesar lagi." kata bu bidan.
Ya Allah.. Rasa sakitnya sudah tak tertahankan, mana mungkin saya kuat bertahan selama beberapa hari lagi.
"Bah, kayaknya kalau operasi ndak sesakit dan selama ini kan ya?" kata saya pada suami, mulai goyah.
"Kamu akan menyesal jika tidak pernah bersalin normal. Ini adalah moment dosa-dosa dihapus. Sudah tidak perlu berpikir operasi." kata suami yang terus berada di samping saya.
Teringat semua usaha dan segenap ikhtiar untuk bisa bersalin dengan normal, sesuai fitrah. Mungkin akan berakhir sia-sia jika saya sudah menyerah di titik ini.
Ikhtiar Hamil Anak Kedua
Pernah mendengarkan nasihat Ustadz Haris Mujahid rahimahullah, bahwa seorang Muslim itu harus punya banyak anak. Jika bisa melahirkan 10 mujahid, kenapa hanya 2 bahkan 1? Jika bisa membesarkan seorang banyak penghafal Quran, lalu kenapa cuma sedikit?
Ya Allah, pengen punya banyak anak. Batin saya.
Lalu pernah juga ada seorang teman yang baru saja melahirkan normal setelah operasi cesar. Saya berkata padanya, "pengen bisa merasakan lahiran normal."
Tapi.. Waktu itu siklus bulanan saya berantakan. Entah sudah berapa bulan waktu itu saya belum 'dapat'.
Jangankan berpikir punya banyak anak, sudah dapat 1 saja alhamdulillah. Tapi tidak ada salahnya untuk ikhtiar sembuh dan bisa mens lagi.
Akhirnya saya mencoba untuk sembuh. Hampir tiap malam, minta diterapi oleh suami. Suami adalah terapis PAZ, metode pengobatan yang ditemukan oleh Ustadz Haris Mujahid Rahimahullah.
Tiap pagi merutinkan jalan kaki bersama Umar. Jalannya juga yang sesuai dengan terapi PAZ, jalan cepat, tegak dan langkah lebar.
Selain terapi PAZ, saya ikhtiar untuk ruqyah daun bidara. Saya beli serbuk bidara di bibi yang seorang terapis ruqyah juga. Tiap malam saya saya minum seduhan daunnya yang sudah diruqyah atau dibacakan Al-Fatihah, ayat kursi dan tiga surat akhir dan sisanya dilaburkan ke seluruh badan.
Dan kejutan datang dari Allah. Garis dua pada testpack.
Ya Allah.. Padahal saya sungguh belum pantas, belum jadi yang ibu yang baik selama ini.
Comments
Post a Comment