"Di rumah sakit, aku disuruh stempel-stempel dokumen!"
Kata abati waktu itu. Membuat ummah tetiba tidak terima.
"Bukankah dari awal sebelum kontrak, akadnya menjadi pembimbing kesehatan?"
Lalu ia cerita lagi, ia mulai ditempatkan sesuai akadnya, menjadi seorang pembimbing. Ummapun mulai bahagia.
Tapi ternyata cuma sebentar, sebab ternyata dia ditempatkan seruangan dengan seorang perempuan, belum menikah, apalagi."
Ummapun tambah sedih dan terpukul.
Mengimani Takdir
Begitulah manusia, kita seringkali menggugat takdir Allah.
Kita terlalu banyak tidak terima dengan keputusan Allah.
Merasa rendah dengan amanah yang Allah titipkan.
Menjadi nelongso hanya karena omongan manusia.
Kita lupa, bahwa Allah sudah mengingatkan.
Apa yang menurut kita buruk, bisa jadi baik menurut Allah.
Sebaliknya, apa yang menurut kita buruk, bisa jadi baik menurut Allah.
Semuanya Ujian
Ada yang diuji dengan belum memiliki momongan, seringkali terpuruk bukan karena kesendiriannya. Melainkan karena pertanyaan orang-orang yang bernada nyinyir.
Kita merasa rendah jika tak memiliki anak, padahal betapa banyak mereka yang bahagia meski Allah tetapkan mereka tidak berketurunan.
Sudah memilili keturunan, diuji Allah dengan belum memiliki rumah. Merasa bahwa ngekos, ngontrak atau numpang di rumah mertua adalah hal terburuk.
Padahal?
Rumah dan segala perhiasan dunia akan ditinggal saat kita mati.
Ingat kembali, betapa banyak doa-doa kita yang sudah Allah kabulkan?
Hitung lagi, berapa doa yang belum Allah kabulkan.
Hitung lagi berbagai nikmat yang kamu terima hingga hari ini.
"Tak akan mampu kau hitung!" kata Allah.
Bersabar dan teruslah berprasangka baik pada Allah. Ingatlah, kehidupan akhirat saja, maka Allah akan memberikan kita rasa cukup.
C U K U P
Nb:
Dalam rangka menasihati diri
Comments
Post a Comment