Nak, siapa yang akan menggantikan orang-orang yang pergi secara bergantian ini? Kami para ibundamu berharap engkaulah yang akan menggantikannya, nak. Bersiaplah nak. Kami juga akan segera bergegas untuk bersiap.
Umar baru saja tertidur. Saya pandangi wajamh polosnya yang terlelap. Hari ini dia aktif seperti biasa. Mengingat Umar tetiba pikiran melayang pada berita duka yang datang silih berganti. Tentang kepergian mereka yang namanya harum. Dibicarakan oleh semua orang di jagad sosmed.
Apakah ini tentang ketakutan pada perpisahan? Bukan. Ini tentang mengapa kabar duka ini begitu berturut turut?
Satu persatu orang sholih meninggalkan kita. Baru saja pilot pesawat sholih pergi meninggalkan kita semua. Meninggalkan jejak kebaikan yang tiba-tiba diketahui oleh mayoritas orang Indonesia.
Hari ini giliran seorang ulama sholih yang banyak manfaatnya untuk umat ini. Seorang ustadz yang lahir dari tanah termulia di muka bumi, Madinah Al Mukarrom. Dan ia memilih untuk mengabdi di Indonesia.
Sedih rasanya saat tahu bahwa semakin jarang sekali ada orang sesholih mereka di dunia ini.
Lalu siapa yang akan menggantikan mereka?
Bagaimana jika Allah tidak memberikan gantinya. Gelap!
Dunia akan dipenuhi kesesatan tanpa petunjuk. Waiyyadzubillah. Bersyukur Allah masih memberi waktu untuk mempersiapkan pengganti mereka.
Masih ada hari esok agar para ulama dan orang-orang sholih masih bertebaran di muka bumi ini. Sungguh mereka yang kini sedang terlelap dalam rumah kita itulah yang seharusnya menjadi pengganti mereka.
Tidak ada jalan selain mempersiapkan mereka dengan kesungguhan. Itu satu-satunya jalan agar dunia ini tetap bercahaya.
Sebuah hadits Rasullullah ini sungguh menyentak hati.
“Sungguh, Allah tidak mencabut ilmu dari (hati) menusia dengan mengangkatnya ke langit, tapi Ia mencabut ilmu melalui kematian ulama. Hingga ketika tidak lagi ada seorang alim pun, orang-orang mengangkat orang-orang jahil sebagai pemimpin. Mereka kemudian ditanya lalu mereka memberi fatwa tanpa ilmu. Mereka pun tersesat dan menyesatkan,”
(HR. Bukhari Muslim)
“Kematian ulama adalah musibah yang tak tergantikan, sebuah kebocoran yang tidak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagiku daripada meninggalnya satu orang ulama.” (HR Al-Baihaqi)
Allahumahfirlahum warhamhum wa'afihi wa'fuanhum.
Comments
Post a Comment