Skip to main content

Umar yang Paling Takut pada Allah

"Ia bukanlah orang yang paling banyak sholatnya, juga puasanya. Tapi ia adalah orang yang paling takut kepada Allah." Begitulah sang istri menceritakan tentang keberhasilan seorang pemimpin besar pada zaman itu, Umar bin Abdul Aziz. Seorang khalifah yang pada masanya tidak ada rakyatnya yang berhak menerima zakat karena semuanya hidup makmur.


Mendengar kisah ini sungguh membuat saya terhenyak. Sebuah kunci menjadikan anak seorang yang besar. Sebuah jalan jika ingin anak menjadi seorang pemimpin yang berhasil.


Tentu setiap orang tua ingin anak menjadi seorang yang namanya harum. Tidak ingin anaknya hanya menjadi generasi pengikut. Tidak ingin anaknya jadi generasi yang hanya bisa joget, tapi generasi pembawa perubahan.

Takut pada Allah 

Mengajarkan anak amalan-amalan fisik memang penting. Membiasakan sholat, puasa, serta doa-doa sehari-hari memang wajib kita lakukan. Namun ada yang lebih penting dari ini semua. 


Amalan inilah yang bisa membuat kita tidak khawatir atas masa depan Allah. Amalan hati yang membuat kita tak perlu repot mengawasi mereka. 


Amalan yang membuat anak tidak akan berbohong, tidak akan berbuat nakal di belakang kita. Ada atau tidak adanya kita, anak akan senantiasa berperilaku baik.

 

Amalan ini adalah amalan hati. Menanamkan pada mereka 3 unsur keimanan, takut, harap dan cinta yang besar pada Allah.


Cara agar bisa menjadikan mereka sehebat Umar bin Abdul bin Aziz adalah dengan menanamkan ketaqwaan. Rasa takut dan merasa selalu diawasi oleh Allah. 

Harapan dan Ikhtiar untuk Umar Musyaffa

Ia memang belum mengerti banyak hal. Menanamkan ketaqwaan pada anak memang menjadi PR saat nanti ia sudah mengerti banyak hal. Namun apakah artinya harus menunggu untuk memulai? 


Saat anak kita masih seusia Umar yang masih baru berumur beberapa bulan, masih belum genap setahun. Apakah berarti belum saatnya membekalinya keimanan?


Ternyata tidak, bahkan pendidikan keimana harusnya jauh sebelum kita menikah. Mulai dari memilihkan ayah dan ibu yang bertaqwa untuk anak-anak kita. Lalu apa yang bisa kita mulai?

Mengaitkan Semua Hal dengan Allah

Rasul bersabda,

"Janganlah kamu mengangkat tongkat di hadapan keluargamu melainkan tanamkanlah rasa takut kepada Allah pada diri mereka." (HR. Tabrani)


Sering kita mendengar, para orang tua menakuti anaknya dengan syetan, gelap, atau dulu saat kecil dengan tukang rombeng nggowo karung.


Alangkah indahnya jika semua ucapan itu kita kembalikan pada Allah agar tumbuh rasa takut dan selalu merasa diawasi Allah.


Contohnya saat bayi merebut mainan temannya. Kita bisa katakan, 

"Ndak boleh mendzolimi teman ya, sayang. Nanti Allah marah. Temannya di sayang ya."


Lain lagi saat bayi ia mau merangkak ke kamar mandi atau tempat yang kotor, alih-alih mengatakan, "jangan... nanti ada syetan lho... gelap... hiiiii..." Kita bisa menggantinya dengan, "Nak, bukan tempat main, Allah ndak suka kita main di kamar mandi. Yuk main di kamar."


Atau sekarang saat si bayi selalu merengek saat akan ditinggal ummahnya, kita bisa mulai katakan, "jangan takut, nak. Kan ada Allah yang selalu menjaga dan mengawasi kamu. Ummah cuma ke kamar sebentar kok." 


Tugas kita adalah mengikatkan hati anak kita pada Allah. Mengerjakannya memang tak semudah menuliskannya. Namun semoga Allah menolong kita yang sudah berusaha memulai mimpi kita untuk menjadikan anak-anak seorang yang layak menjadi pemimpin peradaban.  


Comments

Post a Comment