Madu merupakan cairan yang secara fisik dan kimia merupakan cairan yang tidak stabil . Ia sangat sensitif terhadap panas, bau-bau, kelembaban yang tinggi, sinar UV, bahkan cahaya sekalipun. Karenanya dalam perlakuannya, diperlukan cara yang tepat agar khasiat yang terkandung di dalamnya tidak mengalami penurunan sedikit demi sedikit. Indikasi perubahannya dapat diketahui lewat perubahan warna, bau, hingga rasa. Bahkan madu yang tidak ditangani dengan baik dapat menon –aktifkan aktifitas enzim hanya dalam waktu hitungan jam atau menit.
Madu sangat sensitif terhadap suhu, sehingga interaksinya terhadap suhu perlu diperhatikan. Di sisi lain, Madu mentah tidak bisa lepas dari 2 kemungkinan, yakni kristalisasi dan fermentasi. Agar pembahasan kita lebih sistematis, maka mari kita bagi menjadi 2 sub bahasan. Yakni Fermentasi dan Kristalisasi.
Fermentasi
Diantara bentuk ancaman terhadap raw honey/madu mentah (madu yang dipanen tanpa melalui proses apapun), adalah aktifitas fermentasi. Fermentasi adalah aktifitas biokimia yang terjadi akibat dari aktifitas khamir/zat ragi dari genus Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, yang terkandung pada madu. Aktifitas fermentasi adalah sesuatu yang seakan mustahil tidak terjadi pada madu mentah. Jika aktifitas tersebut dibiarkan berlebihan dan tidak dihambat, maka akan menghasilkan masalah baru. Misalnya kandungan alkohol semakin banyak. Zat khamir akan mendegradasi gula yang terkandung dalam madu menjadi alkohol (etanol). Proses akhir fermentasi adalah terbentuknya air dan gas CO2. Gas inilah yang menyebabkan kemasan madu atau botol menjadi menggelembung, bahkan tak jarang madu tersebut akan meledak jika dibuka. Sebagai informasi saja, madu yang sengaja dibuat menjadi bir, merupakan madu yang sengaja difermentasikan agar kandungan alkohol yang terkandung didalamnya menjadi banyak. Sehingga terciptalah bir madu.
Gambar Beer berbahan dasar madu
Adapun madu yang berfermentasi karena kandungan ragi yang sebelumnya sudah ada (misalnya dari nektar yang sejak awal mengandung yeast, atau dari interior sarang, dan lain lain). Tetap perlu dihambat agar tidak mengurangi kualitas madu. Yang membedakan antara fermentasi alami madu dengan fermentasi buatan pada beer adalah tingkat aktifitas fermentasinya. Fermentasi alami yang terjadi pada madu terjadi sangat lambat, kecuali pada madu yang belum waktunya panen (usia terlalu muda) yang kadar airnya tinggi, sehingga aktifitas fermentasinya menjadi meningkat. Sedangkan fermentasi pada pembuatan beer, ragi (yeast) memang sengaja ditaburkan ke madu, sehingga aktifitas fermentasinya sangat cepat dan akan nampak seperti air mendidih. Hal ini perlu dibedakan, karena juga berpengaruh terhadap halal-haram pada madu, dimana ini tergantung dari apakah terjadi secara alami, atau memang sengaja difermentasikan sehingga menjadi beer.
Krell (1996) menyebutkan bahwa ruang penyimpanan madu secara ekonomis dapat disimpan pada suhu mendekati 20 oC dan kelembaban relatif kurang dari 65%. Penyimpanan madu pada suhu lebih dari 25 oC menyebabkan kehilangan kualitas yang meningkat seiring waktu, karena perubahan kimia dan enzimatik yang progresif. Menyimpan madu cair di atas 25 oC untuk mencegah kristalisasi hanya dapat direkomendasikan jika bisa dijual cepat dan dikonsumsi segera.
Panas dan sinar matahari (terutama sinar UV) dapat merusak kualitas madu, baik dalam paparan tinggi singkat atau dalam paparan tingkat rendah dalam periode waktu yang lama. Radiasi UV dapat merusak enzim glukosa oksidase serta merusak zat antibakteri. Mengingat sulitnya memberikan batas expired yang tepat untuk madu, serta karena variabilitas yang besar dari berbagai faktor, maka kadar HMF dan nilai aktifitas enzim diastase digunakan sebagai indikator kerusakan pada madu. Berkurangnya waktu paruh enzim diastase,diartikan sama dengan meningkatnya kerusakan pada madu. Namun, nilai aktifitas enzim diastase awal itu bervariasi pada setiap madu. HMF lebih sering digunakan sebagai indikator karena nilainya mendekati nol di madu yang sangat segar (selain beberapa madu tropis) dan kadarnya meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan dan efek paparan panas.
Gambar Pengaruh suhu terhadap lamanya
aktifitas enzim diastase
Pada gambar diatas, dapat dikatakan bahwa madu yang awalnya mengandung 16 unit (di standard SNI 3545:2013 menggunakan satuan Diastase Number) tidak lagi dapat dijual sebagai madu food grade jika disimpan selama 4 tahun pada suhu 20 oC, 18 bulan pada suhu 25 oC, 7 bulan pada suhu 30oC, 4 bulan pada suhu 32 oC, dan seterusnya.
Tampak pada gambar diatas bahwa madu jika disimpan pada suhu semakin rendah, maka aktifitas enzim semakin lama bahkan hingga puluhan tahun. Hal tersebut dikuatkan pada hasil pengukuran dibawah ini.
Pada gambar diatas menunjukkan pengaruh suhu terhadap madu (dalam hal ini, kita batasi pada madu yang diproses secara dehidrasi).
Pada gambar nampak bahwa aktifitas enzim diastase pada madu justru lebih aktif pada suhu sangat dingin (3 oC) daripada pada suhu ruang (28 oC). Dimana pada suhu dingin, aktifitas enzim berada pada nilai 4.16 DN. Sedangkan pada suhu ruang, berada di bawahnya, yakni hanya 2.79 DN.
Kristalisasi
Kristalisasi adalah proses pembentukan glukosa menjadi kristal glukosa. Hal ini terjadi karena madu merupakan cairan sangat jenuh dan tidak stabil. Kristal yang terjadi dapat berupa endapan putih-putih di dasar wadah, atau madu menjadi sangat jenuh sehingga tampak keruh.
Madu yang Mulai Mengkristal pada Madu Hutan Multiflora
Madu yang disimpan pada suhu dingin, misalnya pada suhu kulkas, yang suhunya berkisar pada 10-15 oC, maka pada suhu ini madu akan cepat mengalami kristalisasi. Untuk mempermudah pembahasan, mari kita lihat gambar berikut ini.
Tampak pada gambar di atas bahwa madu lebih cepat mengkristal pada suhu 14-15 oC. Suhu ini ada pada suhu kulkas, karenanya sebaiknya dihindari untuk meletakkan madu pada suhu ini. proses mengkristal terjadi setelah kurang lebih satu bulan diletakkan di kulkas.
White (1979) menambahkan bahwa laju
kristalisasi semakin cepat dengan semakin besar rasio glukosa terhadap air (Dextrose/Water).
Pembentukan kristal mulai terjadi pada D/W sekitar 1,76.
Menurut Matheson (1984), madu kristal
ini meskipun secara fisik berbeda dengan madu cair, namun secara kimia dan
nutrisi tetap sama (tidak menurunkan kualitas atau khasiat madu).
Kesimpulan
Dari pembahasan cukup panjang ini,
dapat disimpulkan bahwa hanya penyimpanan dingin di bawah 5 oC yang dapat
mencegah kristalisasi dan fermentasi pada madu. Namun penyimpanan semacam itu
mahal dan jarang digunakan dalam skala besar.
Jika diringkas, maka cara menyimapan madu
yang baik adalah sebagai berikut.
1. Madu sangat mudah menyerap semua jenis
bau, sehingga hindarkan madu dari makanan atau benda-benda berbau tajam.
2. Madu bersifat higroskopis (mudah
menyerap uap air), sehingga kelembaban madu perlu dijaga agar tidak semakin
encer. Wadah madu harus dibuat kedap udara dan diupayakan ditempatkan pada
kelembaban relatif dibawah 65%.
3. Hindarkan madu dari panas, dan sebisa mungkin
ditempatkan di tempat gelap. Ruang penyimpanan sebisa mungkin bersuhu mendekati
20 oC. Penyimpanan madu pada suhu lebih dari 25 oC
menyebabkan kehilangan kualitas seiring berjalannya waktu, karena menyebabkan perubahan
kimia dan enzimatik secara progresif.
4. Jauhkan madu dari paparan sinar
matahari (sebagian besar spektrum Ultra Violet dapat merusak kualitas madu),
baik dalam paparan tinggi singkat maupun dalam paparan tingkat rendah selama
periode waktu yang lama. Radiasi UV merusak enzim glukosa oksidase dan
aktivitas antibakteri pada madu.
5. Sebaiknya tidak menyimpan madu pada
kulkas (suhu 10-15 oC), karena dapat mempercepat proses kristalisasi pada madu.
Meskipun secara nutrisi ataupun khasiat tidak mengalami penurunan, namun secara
penampilan tidak menarik.
6. Jika madu tidak segera dikonsumsi,
sebaiknya disimpan pada suhu di bawah 5 OC (suhu freezer), karena
hanya pada suhu ini, madu dapat terhindar dari fermentasi dan kristalisasi.
7. Madu yang sudah dibuka dan sedang
dikonsumsi, akan mengalami penurunan kualitas jika diletakkan pada suhu ruang (misalnya
+ 30 oC), karenanya sebaiknya segera dihabiskan dalam waktu maksimal 2
bulan, agar khasiat yang dikandung di dalamnya masih dapat dirasakan dengan
baik.
Disusun Oleh: Agus Suprapto (Owner Al Musyaffa Honey)
Bibliography
Dyce, E. J.
(1979). Producing Finely Granulated or Creamed Honey. dalam Pengaruh
Metode Penurunan Kadar air, suhu, da penyimpanan terhadap kualitas madu
randu. Londin.
Krell, R. (1996).
Value-Added Products from Bee Keeping (124 ed.). Roma, Roma, Italia:
Food and Agricultural Organization.
Matheson, A.
(1984). Practical Beekeeping in New Zealand. Wellington: Government
Printer.
Siregar, H. C.
(2002). Pengaruh Metode Penurunan Kadar Air, Suhu, dan Lama Penyimpanan
Terhadap Kualitas Madu Randu. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mantulll gan
ReplyDelete