Bunda Sinta Yudisia, begitu kami para aktivis kampus memanggil Beliau. Beliau sering hadir di forum-forum keilmuan kami. Selalu bersedia jika diminta untuk sharing ilmu dan menjadi pembicara.
Tidak pernah meminta bayaran atas ilmu yang beliau sampaikan, apalagi memasang tarif.
Padahal beliau telah diundang di berbagai forum di luar negeri. Tak sebanding dengan forum-forum yang kami adakan.
Itulah sebabnya kami menyayangi Bunda, seperti ibu kami sendiri.
Satu kalimat yang pernah menohok kami dan kawan-kawan mahasiswa bahasa lainnya.
"Anak FIB sudah seharusnya menulis buku."
Tidak hanya itu, kami pernah beberapa kali mengantar beliau ke rumah. Kami ingat, betapa tawadhunya beliau, bersedia diantar hanya dengan sepeda motor. Padahal kami selalu horor saat membonceng siapapun. Maafkan kami Bunda.
Setiap berkunjung ke rumah Bunda, kami belajar bagaimana keluarga Bunda Sinta, dan anak-anak Bunda yang sholih dan taat pada orang tua.. Salah satunya,
"Nak, buatkan mbak Nabila minum."
Kata beliau pada si adek suatu kali.
Dengan sigap si adek yang masih seusia SD kala itu menyiapkan minuman. MasyaAllah, pinter sekali si dedek.
Belum lagi di setiap kunjungan ke rumah beliau, selalu ada satu buku yang terselip untuk saya. Betapa bahagianya kami bisa mengumpulkan novel-novel karya Bunda gratis. Maklum mahasiswa biasanya suka gratisan, hehe.
Salah satu novel beliau berkisah tentang seorang relawan perempuan di Palestina. Kami masih ingat betul alur yang terjadi.
Tentang Palestina
Bunda Sinta tak hanya menulis untuk menyuarakan kepedihan penduduk Palestina. Namun kita semua tahu, beliau bahkan pernah berkunjung langsung ke negeri para Nabi itu.
Melihat dengan nyata kehidupan para wanita di Palestina.
Kesedihan bertumpuk-tumpuk membaca status Bunda waktu lalu.
Ya Allah, sungguh terlalu jauh kehidupan kami dan mereka para wanita Palestina. Sungguh kami malu.
Izinkan kami mengutip status beliau yang qodarullah, menjadi viral.
#Perempuan Indonesia
Sedikit anak, banyak fasilitas
Makanan instan, laundry cucian
Naik mobil dingin, kosmetik buatan asing
Uang menipis, mata menangis
#Perempuan Palestina
Banyak anak, minim fasilitas
Masak sendiri, target : punya anak genius
Jam malam sudah biasa, bunyi bom ibarat kembang api
Uang menipis?
“Berarti kami harus banyak baca Al Waaqiah.”
Perempuan Palestina
Allah hanya menguji seorang hamba sesuai dengan kesanggupannya. Tak ada perempuan hidup tanpa ujian dan kesedihan. Ada yang diuji dengan kurangnya harta, dengan belum datangnya buah hati, sakit, dan sederet permasalahan hidup.Namun ujian para wanita sangat jauh berbeda dengan kami. Mereka diuji dengan kelaparan, bahan pangan disana sangatlah menipis. Bagaimana tidak, mereka di isolasi dalam negaranya sendiri.
Mereka, perempuan Palestina ini diuji dengan ketakutan. Tiap hari hujan bom dan tembakan sudah sangatlah biasa. Ujian mereka jauh diatas kami. Kamipun merasa takkan sanggup jika harus merasakan ketakutan yang hebat.
Kami takkan sanggup, Ya Rabb...
Melihat anak-anak kami mati dilahap bom ranjau. Tak sanggup menerima kenyataan jika istri atau anak-anak kami ditangkap dan tak pernah pulang. Bagaimana nasib mereka? Apakah sedang disiksa atau sudah mati?
Hati perempuan mana yang sanggup berpisah dengan anak-anak? Sedang kita tak pernah tahu nasib mereka, dengan siapa mereka akan hidup.
Kami bukan wanita Palestina. Ujian mereka berbeda. Tingkat keimanan mereka jauh diatas kami.
Buktinya kami malah sering melupakan saudara kami disana. Entah kadang kami lupa dengan kata empati.
Kami dan perempuan Palestina tidaklah bisa disamakan. Tidak. Namun sampai kapan kami lalai? Sampai kapan kami jauh dariMu, Ya Allah.
Dengan semua nikmat luar biasa yang Allah berikan pada kami. Nikmat iman, nikmat sehat, nikmat kelapangan waktu, dan segala nikmat yang tak terhitung.
Nikmat bercengkrama bahagia dengan keluarga. Nikmat melihat keceriaan anak-anak yang cantik, tanpan dan menyenangkan hati. Nikmat yang diimpikan dan dipanjatkan tiap waktu oleh para perempuan Palestina.
Dengan semua itu harusnya kami segera bergegas. Mempercepat langkah mencari bagian kami di akhirat, negeri yang sesungguhnya.
Waaaaw... emeejing.. :)
ReplyDeleteItu foto mesjid kayak foto masjid yang di Aceh ya... yang tidak rusak kena Tsunami.
ReplyDelete