Skip to main content

Mengenal Fathimah Az-Zahra, Pancaran Cahaya bagi Penduduk Bumi (Part 1)


6 Ramadhan 1438 H





Langit mulai menghitam, sementara sosok yang gagah perkasa sedang terbaring dengan gelisah. Suara malam sayup-sayup terdengar, menandakan malam yang semakin pekat. Malam itu adalah malam yang paling mencekam bagi laki-laki berbadan kokoh ini.

Sekumpulan laki-laki berkumpul di depan pintu. Siap dengan pedang terhunus untuk memenggal kepala pemilik rumah ini. Mengambil nyawa orang yang sedang tidur di ranjang, yakni Ali.
Malam itu adalah malam yang paling menegangkan bagi Ali. Sepanjang malam ia gelisah. Namun kelak, ia mengetahui bahwa Allah menggantinya dengan seorang bidadari yang tinggal serumah, sekasur, untuk menjadi istrinya.

Adalah Fathimah Az-Zahra, salah satu riwayat menyebut namanya berarti cahaya yang bersinar. Tak hanya menyinari suaminya, Ali bin Abi Thalib, melainkan juga menyinari seluruh penduduk negeri. Az-Zahra, sebuah gelar kehormatan untuk perempuan penghulu seluruh wanita. Kisah hidupnya menjadi kabar terindah dari langit.

Kelahiran Fathimah

Suara berdentuman, memekakkan telinga. Hari ini Ka’bah, bangunan yang mulia itu sedang direnovasi. Bertepatan dengan itu seorang bayi perempuan bermata jeli lahir. Menjadi anak bungsu dari rumah tangga paling suci dan pasangan termulia di muka bumi, Rasulullah Muhammad dan Ibunda Khadijah.
Ibunya adalah pemimpin wanita seluruh alam, wanita yang dijanjikan surga, sementara ayahnya adalah pemimpin umat hingga akhir zaman.

Tak seperti adat kebiasaan, bayi mulia ini tidak disusukan pada orang lain. Sehingga ia menyerap semua kelebihan ibunda, kesucian, sifat malu,kesopanan, adab dan akhlak mulia.
Bayi ini dinamai Fathimah, anak yang paling mirip dengan ayahnya, Rasulullah Muhammad.

Ibu dari Ayahnya

 

Sang ayah sedang mendirikan sholat di depan bangunan kokoh nan mulia, Kakbah. Sementara Abu Jahal dan kawan-kawannya yang juga berada tak jauh dari sana, menatap Beliau dengan pandangan kebencian. Salah seorang diatara mereka berkata,

“Siapa diantara kalian yang mau mengambil kotoran Bani Fulan untuk diletakkan di punggung Muhammad saat sujud?”
Uqbah bin Abi Muith, laki-laki yang kelak Allah hinakan, menerima tantangan dari teman-temannya, disambut tawa pongah teman-temannya yang lain.

Kotoran bekas sembelihan hewan ia kumpulkan dalam sebuah wadah. Ia datangi tempat Rasul sholat, sambil menunggu beberapa saat. Saat Rasul sedang bersujud, seember berisi kotoran itu dilempar dan menghujani kepala Rasul yang mulia.

Fathimah yang melihat itu segera menghambur menuju ayahnya. Dengan air mata yang bercucuran, ia bersihkan kotoran yang ada di kepada dan badan ayahnya tanpa rasa jijik.

Uqbah dan semua teman-temannya tertawa terbahak-bahak melihat pemandangan ini. Tubuh  mereka terguncang-guncang hingga badan satu orang mengenai yang lain.

Setelah Fathimah membersihkan kotoran itu, Rasul bangkit dari sujud dan berdoa,

“Ya Allah, timpakan hukumanmu pada orang-orang Quraisy ini.” Rasul mengulang doa ini hingga tiga kali.
Kumpulan laki-laki hina itu lalu terhenyak. Mereka sadar, doa yang diucapkan ditempat ini adalah mustajab, takkan terhalang.

Rasa cinta dan pengorbanan Fathimah pada ayahnya membumbung tinggi. Kala hampir semua orang menggelorakan kekafiran, ia teguh dalam membela sang ayah. Saat mentari hidayah menghampar di daratan pasir Arab, Fathimah dan saudara-saudaranyalah yang beriman pertama, setelah ibunya, Khadijah. Hingga badai ujian susul-menyusul. Puncaknya ketika terjadi pemboikotan oleh orang-orang Quraisy pada kaum muslimin. Pengepungan dan kelaparan menjadikan kesehatan Fathimah mulai melemah.

Tak lama setelah itu berlalu, berhembuslah kabar duka yang memecahkan air mata Fathimah sekali lagi, sang Ibu yang penuh cinta padanya itu meninggal dunia.

Namun ujian yang terjadi tak melemahkan iman Fathimah sedikit pun. Ia menjadi pengganti ibunya, menyiapkan segala yang dibutuhkan Rasul dan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah. Hingga ia dijuluki ‘Ummu Abiha’, ibu bagi ayahnya.

Tinta-tinta emas telah menorehkan sejarah indah kehidupan Az-Zahra. Permata-permata yang elok itu terlalu indah, melebihi keindahan dunia.

Dari Aisyah ia mengisahkan,
“Tidak pernah aku  melihat seorang yang lebih baik dari Fathimah, kecuali ayahnya”
Elok kiranya kita belajar dari wanita yang dikabarkan untuknya surga ini. Salah satu wanita terbaik sepanjang zaman.

Tak mampu tulisan ini melukis semua kemuliaan yang ada pada Fathimah Az-Zahra, hanya alunan doa, semoga kita bisa meneladani sang putri Nabi ini.


 
#RamadhanInspiratif
#challenge
#aksara

Comments