'Happily ever after', sebuah mantra ajaib yang selalu mengakhiri setiap dongeng putri dan pangeran di masa kita kecil dulu. Kita membayangkan menjadi putri cantik yang apa adanya, lalu seorang pangeran tampan datang menggamit tangan kita dalam pernikahan.
Sayangnya, sejak kita dewasa, realita menyulap segalanya. Bahagia tidak pernah kekal selamanya dalam sebuah rumah tangga.
Terkadang ada pemandangan yang indah, matahari yang terbit diiringi burung-burung yang bercicit. Namun adakalanya diselingi dengan pemandangan menyeramkan. Suara burung hantu atau malam yang mencekam tanpa cahaya.
Meski demikian, percayalah, kata itu bisa kita raih. Bisa.
Bahagia, selamanya? Ya, asal kalimat itu diedit menjadi sedikit lebih panjang,
“Sang wanita sholihah menikah dengan lelaki sholih, mereka selalu bersyukur saat bahagia menyapa, dan bersabar ketika ujian menghampiri. Mereka berdua khusnul khatimah dan hidup bahagia selama-lamanya di surga Firdaus yang mulia.”
Indah, bukan?
Berjuang untuk Kebahagiaan Sejati
Menikah artinya memasuki sebuah tempat baru dimana kita diharuskan mengarunginya.
Petualangan itu harus ditaklukkan. Kita harus bersiap dengan permasalahan yang silih berganti.
Hidup satu kamar, satu kasur, bahkan satu kamar mandi, pasti akan menjumpai angin ribut. Hanya dengan bekal ilmu kita dapat menaklukannya.
Dengan ilmu yang terus menerus ditambah, ditambah pula keimanan dan ketakwaan, maka tidak mustahil kita segera tiba di pulau impian dengan kebagiaan abadi, menjadi pasangan dunia dan akhirat.
They thank to Allah for the happines, being patience for the sadness, and they happily ever after in heaven.
Semoga kisah cinta kita semua berakhir dengan kalimat, happily ever after, amiin.
Comments
Post a Comment