Skip to main content

Before Starting to be a Journalist



Jurnalistik adalah bidang yang saya geluti mulai dari awal menjadi mahasiswa. Menjadi seorang jurnalis berarti siap dengan deadline yang ketat, jadwal wawancara yang beragam, hingga kejar-kejaran jadi narasumber. Kelihatannya memang lebih keren bawa rerorder dan SLR dan mobile kemana-mana daripada hanya sekedar nulis berjam-jam di dalam kamar. Namun lika-liku menjadi seorang jurnalis jelas lebih menantang daripada hanya sekedar menjadi penulis lepas atau blogger. Sebelum melangkah lebih jauh menjadi seorang jurnalis, perlu kita tahu beberapa langkah sebelum memulai aktivitas menjadi kuli tinta ini.


1.       Niat Satu Ojo Dumeh


Sub judul ini cukup menggelitik saya. Kalimat ini tertempel pada kamar adik laki-laki saya. Tak semua orang Jawa yang tahu arti kalimat ini, apalagi saya seorang Jawa amatiran, bisanya Cuma Bahasa Suroboyoan saja, hehe. Ojo dumeh artinya jangan sok atau sombong. Ini penting sebelum kita memulai menulis, karena segala yang kita lakukan akan sia-sia jika kesombongan ada dalam diri kita. Tetap tawadhu dan rendah hati, jangan sampai pujian orang melalaikan kita pada misi utama yakni pembawa berita.


2.       Banyak Membaca Banyak Tahu

Kriteria wajib seorang jurnalis adalah membaca dan membaca. Tulisan akan jadi hampa jika sang penulis hanya mengarang bebas tanpa ada ilmu dan referensi. Bagai kapuk yang besar namun sangat ringan, begitulah makna tulisan yang tidak kurang referensi. Sebelum menulis, paksa diri untuk membaca dan membaca, lalu mulai susun ide demi ide menjadi sebuah paragraph utuh.

3.       Mulai dengan Outline

Outline adalah ide pokok yang akan membuat tulisan ini sistematis dan tidak ngglambyar, kata Javanese people. Pada pertemuan berikutnya akan kita bahas konsep Quantum Writing yang ditulis Bobi Deporter. Ini adalah buku waji yang harus dibaca para penulis, khususnya penulis muda yang masih mulai belajar.


4.       One Day One Paragraph

Seorang penulis hebat tidak lahir dari air yang tenang. Ia lahir dari laut yang berombak ganas. Ia telah menjalani banyak lika-liku. Menjadi jurnalis berarti siap untuk istiqomah menulis. Ia sadar jika seminggu lebih tidak menulis, maka kemampuan menulisnya akan terus turun. Consistent is the key.  
Hal yang terpenting dari semuanya adalah menulis dengan hati bahagia. Tulisan tidak akan bermakna jika sang penulis menulis dengan terpaksa. Banyak tulisan yang tak menyentuh hati salah satunya karena niat penulisnya yang perlu diperbaiki. Mulai dengan hati yang bersih atau qalbun salim, kita akan terbang menjadi penulis yang luar biasa. Yang tulisannya akan mengubah banyak mata dan hati. tulisan kita semua tidak hanya sekedar jadi peluru yang mampu menembus satu dada. Namun tulisan kita akan keluar untuk menembus ribuan dada, dan merubah dunia dengan tulisan kita yang tidak sederhana.  Wa’allahu a’lam.

Nabila Haqi untuk Journalis Club SMA-IT Al-Uswah Surabaya

Comments