Karena telah sampai pada waktu yang tepat, tadi siang saya ‘membeli’ SIM. Kita
tahu apa yang dilakukan disana, banyak diantara kitapun berasumsi bahwa hal itu
hanya sebagai formalitas belaka. Datang, membayar, tes, dan hasil ujian SIM.
Jika tidak lulus maka tak sedikit kita mengambil jalan pintasnya.
Karena berada di sekolah negeri, saya ikut SIM kolektif bersama dua puluh lebih teman-teman. Setelah
diberi pengarahan singkat, ada sedikit ‘kecelakaan’. Ketika ditanya oleh
petugas berapa biaya untuk mengurus SIM C, dengan serentak menjawab,
“Dua ratus ribu.” Meskipun ada seorang yang tahu dan menjawab harganya
seratus ribu rupiah, karena kalah suara, ya jadilah petugas itu marah, akhirnya
kamipun hanya bisa melihat senyum kecut dari guru kami yang dipanggil ke ruang
teori.
Saya hanya warga negara biasa yang tidak memiliki kewenangan apapun, namun
saya berhak untuk menyoroti sendiri apa-apa yang saya lihat tadi.
Saat menunggu pemanggilan untuk mulai pengurusan, saya dan teman-teman mengobrol
ringan,
“Polisi sekarang kurus-kurus, berbeda dengan polisi-polisi yang dahulu, gemuk-gemuk, kayak
dijalan-jalan itu.”kata Ila.
“Setahuku justru polisi sekarang itu yang gendut-gendut, dulu
kurus-kurus.”Kata teman saya yang lainnya.
Ketika menjalankan segala proses, mulai pengenalan teori, ujian teori
dengan komputer, dan terakhir ujian praktek. Di ujian yang terakhir, praktek
mengendarai kendaraan, guru kami mengatakan bahwa tidak semua anak yang diuji,
hanya beberapa yang sebagai oarang percobaan. Seorang polisi yang mengarahkan
ujian praktek, mengatakan kata-kata klasik yang langsung saya ingat,
“Mau cepat atau lambat? Kalo saya ya senang cepat.” Katanya dengan nyengar,
nyengir, hingga sekarang namanya pun masih saya ingat.
Hal-hal lain yang tak pernah saya duga. Terjadi di pusat pengurusan SIM
itu.
Serangkaian hal-hal yang ‘kotor’ yang masih perlu tangan-tangan pembersih,
clearhand. Jika dirunut sebenarya bukanlah orang-orang yang terlibat lobi-lobi
yang patut dipersalahkan, mereka hanya orang-orang yang masuk dalam suatu
sistem, serangkaian tatanan yang saling berhubungan.
Sistem itu sudah terbentuk sejak dahulu. Sejak penggerogotan-penggerogotan
kecil dilakukan, dan melebur jadi satu dalam suatu institusi, dalam wilayah
sosiologi disebut proses internalized, proses terkhir dalam pembentukan suatu
lembaga sosial.
Apakah diperbaiki? Dijabarkan dalam dua kata, apakah masih dapat diperbaiki
dan adakah orang yang mampu memperbaiki?
Kita memang tak bisa mengubah sistem, namun kita bisa menjadi pembuat
sistem itu. Jika kata black list membuat seseorang ogah masuk dalam ranah
politik-hukum, maka kata pemimpinlah yang harusnya membuat semua tergerak ikut
memperbaiki.
Comments
Post a Comment