Skip to main content

Antara Sedih dan Gembira


Inilah kisahku saat detik-detik Iedul Fitri…
            Sebenarnya kita semua harus bersdih, karena telah ditinggal Ramadhan. Setitik jua, mesti jiwa setiap mukmim, ada rasa kesedihan. Meskipun kesedihan kita belum berbentuk. Harusnya kita malu pada para sahabat zaman Rasululloh yang selalu menangis saat hendak ditinggal Ramadhan. Bagaimanapun, Ramadhan telah meninggalkan banyak hikmah, dan sebik-baik kaum muslimin ialah yang dapat mengambil hikmah itu.
            Iedul Fitri akan segera tiba. Seluruh kaum muslimin semarak ketika menyambutnya. Inilah yang menggembirakan. Begitu juga dengan kebiasaan di kampungku. Karena esok telah takbiran, dan telah menjadi kebiasaan bahwa takbiran harus di  lakukan dengan bergembira. Warga kampung bergotong royong untuk memeriahkannya. Keluargaku mendapat tugas untuk menyiapkan konsumsinya. Maka dirumah ada masak-masak besar untuk konsumsi untuk warga yang takbiran. Meski malam takbiran masih besok, kami telah mempersiapkan semunya. Pagi-pagi benar aku diajak ummi (ibu dalam bahasa arab) untuk berbelanja di pasar. Lokasi pasar sangat dekat dengan rumah, maka kami berduapun jalan kaki. Di perjalanan aku mendapatkan banyak sekali peristiwa dan fenomena. Selama kami berjalan menyusuri rumah-rumah penduduk, hamper setiap orang disapa oleh umi. Dari ibu-ibu yang sedang menyapu latar hingga bapak-bapak yang berada di pinggir jalan. Dalam hati aku terus bertanya, mengapa semua orang harus disapa, apakah kenal ataukah tidak. Hingga pertanyaan itu membuncah di persimpangan jalan,
            “Ummi, kenapa setiap orang disapa oleh ummi? Memangnya kenal?”tanyaku
            “ya tentu saja. Lagian meskipun tidak mengenal dan kamu berjalan melewati orang, nabi mengajarkan harus memberinya salam. Jika kamu berjalan saja di depannya, dikira nanti sombong…”Jawab ummi dengan senyum manis menghiasi wajahnya.
            “oh..gitu..”  Kataku.  Sebenarnya aku malu. Harus diingatkan seperti itu, bak anak kecil saja. Aku jadi ingat sabda rasul dalam sebuah riwayat yang aku lupa sanadnya, bahwa orang setiap  muslim memiliki hak terhadap muslim yang lain salah satunya adalah memberikan salam. Duh…perlu ngaji lagi deh..di surau (hehe..).
            Saat sampai di pasar kami juga melihat masih banyaknya orang-orang yang tidak menjalankan perintah Allah padahal kita berada di penghujung Ramadhan. Seperti para pemuda yang masih liar pandangannya. Inilah salah satunya aku malas untuk keluar rumah. Aku jadi mengingat firman Allah…
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." QS. An-Nur : 30
Bukan itu saja masih banyak gadis seumuran denganku yang masih mempertontonkan perhiasannya, duh…apa tidak malu? Ramadhan neng…
Juga bapak-bapak yang cangkruk di warung-warung. Menghisap rokok, minum teh, dan makan-makan tanpa ada rasa malu…Astaghfirulloh…
            Akhirnya aku hanya mampu berdoa. Semoga Ramadhan mampu memperingatkan semua. Memberikan diri ini sebuah oleh-oleh. Yakni gelar hambaNya yang takwa.

Comments

  1. Assalamu'alaikum Nabila :D

    cuma nyapa aja, soalnya baru nemu. hehe ._.
    oiya, dikasih buku tamu dong.. tempat chat atau smacamnya gitu biar nggak perlu nulis di comment :)

    ReplyDelete

Post a Comment